Keong Buntet sangatlah masyhur di Nusantara ini, hingga tentangnya mengisi angan serta harapan para pecinta benda bertuah Nusantara. Hal ini dikarenakan kabar yang secara turun-temurun mengatakan bahwa Keong Buntet adalah sebuah mustika yang punya daya kebal tinggi: anti pukul, bacok, benda tumpul, tajam, dan lain sebagainya, hingga anti tembak. Dari itulah, setiap pemula dari pecinta benda bertuah yang dicari terlebih dahulu adalah Keong Buntet. Meskipun tidak berisi, ia mampu menenangkan hati pemiliknya yang seolah sudah punya Keong Buntet seperti yang diceritakan banyak orang.
Memang Keong Buntet, hampir 90% adalah fosil keong yang banyak ditemukan di pegunungan ataupun di ladang. Rata-rata memang sudah ada penghuni “Tujuh Putri”, namun berwadag paling dalam sehingga kekuatan ketika dibawa hanya mencapai 1-2% saja.
Kok bisa semua fosil ada penghuni tujuh putri? Ya bisa, karena ada golongan khodam yang tiap beranak tujuh putri semua. Mereka setelah dewasa mencari rumah masing-masing, atau tujuh berkumpul satu rumah, yaitu di fosil Keong Buntet. Memang hanya fosil keong saja yang bisa ditempati oleh golongan Ratu Keong Kencono ini, karena inilah perkembangbiakan mereka yang sangat cepat mampu memenuhi fosil di seluruh dunia.
Bagaimana putri semua kok bisa berkembang biak? Jawabnya, karena fosil keong ini adalah wujud prianya. Meskipun yang pria ini lemah, namun mampu untuk memberi benih pada para putri.
Keong Buntet dikenal sangat luar biasa untuk sarana kekebalan. Namun, sebenarnya kalau aktif penuh, ia untuk bungkam musuh, pelaris, kekayaan tinggi tujuh putri. Namun, kalau sekadar aktif 5%, ya kekebalan saja. Hanya 5% saja sangat kuat, apalagi penuh, tentunya luar biasa.
Dibalik misteri Keong Buntet, ternyata ada sesuatu yang “sesuatu banget”. Kita tidak boleh menyia-nyiakan sesuatu yang telah diciptakan oleh Tuhan, tentunya dengan sebuah ilmu yang berwawasan tinggi untuk bisa membuat fosil keong menjadi benda yang berharga dengan membangkitkannya hingga aktif 100%.
Lalu, bagaimana caranya?
Cuci bersih fosil tersebut, kemudian rendam minyak misik hitam. Masukkan sedikit lumut yang bertujuan merangsang daya cipta, rasa, dan karsa daripada tujuh khodam tersebut agar mau meluas memenuhi wadag luar-dalam dari keong tersebut, sehingga terjadilah kebangkitan 100% kekuatannya.
Rendaman biarkan tujuh hari tujuh malam. Hari terakhir, bacakan doa 1.000 kali, tiupkan ke bendanya. Bisa langsung 10 benda pun mampu. Setelah selesai, doa sudah aktif 100%. Biarkan empat jam, baru angkat.
Doa yang dimaksud adalah:
“NYAI BEDAH BUMI KAKI LENGBUNTETI HU’ TEGUH.”
Semoga berkah dan manfaat untuk sesama. Aamiin!
Mustika hanyalah sarana karya Tuhan yang terciptanya kebangkitannya dilintaskan dalam akal pikiran, keyakinan, dan kesadaran manusia. Bukan berhala, bukan kemusyrikan. Sesungguhnya berhala dan kemusyrikan ada dalam hati kita masing-masing yang memuja kesombongan dan ego.
Semoga bermanfaat untuk semua pembaca. Aamiin!
“Mari terus belajar untuk mendalami tinggalan leluhur serta karya Tuhan yang tiada batas. Dengan belajarlah, kita akan berilmu untuk bisa menilai, mengerti. Karena hanya dengan mengerti, kita bisa mencintai. Dengan mencintai pula, kita akan ada keinginan untuk menjaga agar lestari.”
PETUAH AGUNG
“Kemujarabahan ilmu, kehebatan ilmu, tingkatan itu bukan karena ilmu itu warisan Nabi Khidir, warisan wali, warisan ahli hikmah ternama. Tetapi istikamah lebih utama. Dan ilmu itu kita dapatkan dari mana? Dahulu warisan siapapun, kalau gurunya tidak jelas, ya sama seperti bacaan saja. Kita harus perhatikan yang mengisi itu siapa? Yang menurunkan ke kita siapa? Bagaimana aura dan isi Sang Guru? Dia pelaku istikamah atau tidak? Dia pelaku tirakat atau tidak? Itu sangat penting. Semua ilmu adalah warisan para pendahulu.
Ilmu tanpa dikasih embel-embel, dulu dari…, ilmunya… andalannya si… pun sangatlah baik kalau ditirakatkan, diistikamahkan. Istikamah adalah pohonnya karomah, atau karomah itu buah dari istikamah. Dari itu, guru yang ahli tirakat dan pelaku istikamah sangat besar pengaruhnya. Bukan hanya sekadar yang punya buku banyak, namun yang suka lelaku tirakat dan istikamah 1.000 kali lebih baik. Jadi intinya, cari guru yang benar berilmu, jangan hanya yang berbuku.”
Joko Dayu
